8 Hal yang Perlu Dipertimbangkan Saat Berencana Mengajak Keluarga Merantau ke Luar Negeri

Pengin tinggal di luar negeri bersama keluarga? Sebelum membayangkan hal-hal yang indah, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan akan mengajak keluarga untuk ikut merantau ke luar negeri. Apa saja itu?

1 Duit

Jelas, duit adalah hal utama yang harus dipertimbangkan. Selama di luar negeri pemasukan kita dari uang beasiswa atau gaji, cukup nggak dipakai untuk membiayai sekeluarga?

Sebagai gambaran, saya dulu pernah studi di Jepang. Setelah 6 bulan sendiri di Jepang, saya akhirnya mengajak anak dan suami saya untuk tinggal di Jepang. Tentu saja, saya harus pindah dari asrama kampus ke apartemen biasa untuk keluarga. Untungnya saya tinggal bukan di kota besar, jadi uang sewa apartemen masih terbilang terjangkau. Uang askes bertambah karena harus membayar 3 orang. Uang makan dan transportasi juga otomatis bertambah. Uang sekolah anak, uang pakaian, alat rumah tangga, dll. juga harus menjadi pertimbangan. Akhirnya, dari yang tadinya sisa banyak, uang beasiswa pun ngepas buat hidup bertiga.

Nah, beda lagi kalau bukan studi, kan? Untuk pekerja, tentu saja pajak dan asuransi kesehatan jauh lebih besar dibanding mahasiswa. Kalau pasangan kita bisa bekerja juga sih lumayan ya bisa untuk membantu perekonomian keluarga.

2 Penanganan aset

Sebelum pergi merantau, kita harus memutuskan bagaimana cara mengurus rumah dan kendaraan yang kita miliki. Dititipkan ke siapa? Apakah rumah dan kendaraan disewakan atau dijual atau bagaimana? Pajak per tahun yang harus diurus sebaiknya bagaimana, dll.

Banyak yang akhirnya menyewakan rumahnya, menjual kendaraan pribadinya, tetapi ada juga yang menitipkannya kepada keluarga di tanah air. Lumayan juga kalau dijual, bisa menambah keuangan selama tinggal di luar negeri.

3 Adaptasi budaya dan lingkungan

Kita sendiri saja kadang homesick dan harus berjuang keras saat adaptasi kehidupan baru di luar negeri. Culture shock jelas akan dialami. Selain diri sendiri, kita juga harus memberi pengertian dan penjelasan ke anak dan pasangan kita.

Bertetangga dengan warga pribumi tentu akan sangat menguras tenaga dan pikiran kita. Belum pula kalau kita menjadi satu-satunya warga asing di lingkungan situ. Selain harus belajar tentang aturan di lingkungan tersebut, kita juga dituntut ini itu untuk kepentingan bersama.

Sebisa mungkin kita tidak berisik dan tidak mengganggu indera penciuman tetangga dengan bau masakan kita. Kalau tinggal di apartemen Jepang atau Korea Selatan, protes dari tetangga dengan menggedor tembok atau lantai adalah hal  biasa. Polisi atau security apartemen bisa juga datang menegur ke unit kita saat mereka mendapat laporan protes.

Selain budaya, cuaca di negeri 4 musim berbeda dengan Indonesia. Pada awalnya saja sih yang masih butuh penyesuaian, selanjutnya mungkin sudah bisa beradaptasi dan imun tubuh sudah kuat.

4 Kendala bahasa

Kalau tinggal di negara yang bahasanya berbeda dengan bahasa Indonesia, mau nggak mau kita harus belajar bahasa tersebut. Selain tuntutan studi atau pekerjaan, kalau bisa berkomunikasi dengan pribumi, tentu akan lebih menguntungkan. Nah, kalau bawa keluarga bagaimana, dong?

Ya mau nggak mau mereka juga harus belajar. Kalau anak-anak sih biasanya agak cepat belajar bahasanya di sekolah. Kalau pasangan kita, mau nggak mau dia harus les bahasa. Bisa dengan gratisan atau berbayar. Siapa tahu kan setelah bisa bahasa tersebut, lalu bisa bekerja paruh waktu?

5 Keadaan darurat (sakit atau bencana)

Meski nggak diharapkan, keadaan darurat seperti sakit atau bencana, juga harus diperhitungkan.

Kalau anak atau dari salah anggota keluarga sakit, siapa yang akan menunggui dan bagaimana aktivitas lainnya. Uang darurat juga harus dipersiapkan meski ada fasilitas asuransi kesehatan di negara tersebut.

Saat terjadi bencana, kita harus paham dan mengikuti prosedur kedaruratan negara tersebut. Selain menghubungi pihak terkait seperti KBRI, dsb, kita juga harus selalu sedia dengan rencana A atau B kalau situasi tak terkendali.

6 Urusan agama

Sebenarnya urusan agama ini tergantung negara juga, sih. Sebagai muslim misalnya, kalau datang ke negara minoritas muslim, ya mau nggak mau harus bisa menyesuaikan. Persoalan makanan halal atau masjid untuk sholat Jumat juga sebaiknya dipikirkan. Kalau di daerah yang memiliki komunitas muslim sih akan terbantu ya, tetapi kalau tak ada komunitas, ya mau nggak mau menjadi single fighter.

Ini belum perkara membesarkan anak muslim di negara minoritas, lho. Bagaimana cara mengajari sholat, ngaji, dsb. Berat. Lur.

7 Perkara mudik

Saat seperti apa harus mudik atau waktu mudik memang sudah direncanakan sebelumnya. Perkara mudik ini berkaitan erat dengan duit yang harus disiapkan. Membeli oleh-oleh juga tak kalah merepotkan.

Sebagai contoh, sekeluarga 4 orang dan mudik Jepang Jakarta. Tiket PP satu orang saja bisa 12-15 juta, lho. Kalau 4 orang, ya kalikan saja. Namun, banyak juga yang malah buka jastip. Katanya, lumayan bisa untuk menutup uang tiketnya, lho.

8 Back for good ke tanah air

Untuk urusan back for good ini, biasanya akan ada masa reserve culture shock alias kaget dengan tanah air sendiri setelah merantau dari luar negeri. Belum pula urusan anak yang kembali ke sekolah di tanah air. Ada anak yang lahir dan besar di luar negeri, ternyata nggak bisa bahasa Indonesia dan malah kewalahan bersekolah di Indonesia. Itu baru masalah bahasa saja, belum lainnya. Banyak lho kasus seperti ini. Memang akhirnya harus mulai dari NOL lagi, sih.

Bagaimana? Apakah semakin mantap membawa keluarga merantau ke luar negeri? Atau malah semakin galau? Silakan dipertimbangkan dan dibicarakan kembali bersama pasangan dan keluarga. LDM itu berat, lur.

Leave a comment

Search